Minggu, 21 Februari 2010

FENOMENA PENDIDIKAN INDONESIA

Sebuah accidently survey dilakukan secara sederhana terhadap sebuah kelas mahasiswa komunikasi. Hal yang ingin digali adalah sejauh mana kebiasaan mereka dalam mengakses informasi berita setiap harinya. Pertanyaan tersebut meliputi ....


  1. Adakah di antara mahasiswa yang membaca surat kabar harian setiap harinya ?
  2. Adakah di antara mahasiswa yang menyaksikan siaran berita pagi setiap harinya ?
  3. Adakah di antara mahasiswa yang menyaksikan siaran berita siang setiap harinya ?
  4. Adakah di antara mahasiswa yang menyaksikan siaran berita sore setiap harinya ?
  5. Adakah di antara mahasiswa yang membaca majalah berita nasional mingguan setiap minggunya ?

Jawabannya, tidak satu pun mahasiswa komunikasi melakukan salah satu dari 5 (lima) kegiatan yang ditanyakan ! Jadi, seluruh mahasiswa komunikasi tersebut, setiap harinya tidak pernah membaca koran, tidak pernah menyaksikan siara berita sekali pun juga dalam sehari, apalagi memabca majalah berita nasional mingguan ! Fenomena yang menarik (menyedihkan) bukan ?

Lalu, mau jadi sarjana komunikasi cap apa mereka nanti ? Apa yang mereka tahu tentang sekitar mereka nanti, jika semuanya mereka ketahui dari 'kulak takon adol jare' (bermodalkan bertanya pada orang lain, dan menceritakan lagi kepada orang lain dengan modal 'katanya') ?

Hal yang berkaitan dengan komunikasi tentu urusannya adalah informasi. Maka kalau mereka adalah mahasiswa komunikasi, sarjana komunikasi, tentu urusannya juga dengan informasi, dalam hal ini harus terinformasi mengenai banyak hal secara optimal, tepat, dan mampu menganalisa setiap informasi yang diperoleh secara obyektif dan proporsional ! Lha kalau tidaaaaaaak ? Sekali lagi, mau jadi apaaaaaaa ???? OMG !!!

Fenomena ini semakin meneguhkan betapa dunia akademis telah semakin menjadi sebuah industri yang murni mengikuti hukum pasar & prinsip ekonomi. Dalam hal ini hukumnya cuma satu, siapa punya uang, maka ia bisa belajar, tanpa syarat apapun, kecuali soal uang itu tadi !

Sayangnya, kondisi tersebut justru diperburuk oleh para penyelenggara pendidikan itu sendiri. Kembali lagi ke hukum pasar dan prinsip ekonomi itu tadi, dalam hal ini urusannya cuma satu, make money alias mencari keuntungan yang sebesar-besarnya !

Tak perlu repot-repot memikirkan kualitas, yang penting mendapatkan pasar, pelanggan alias mahasiswa yang sebanyak-banyaknya ! Tak usah pula melakukan ujian saringan secara ketat, yang penting formalitas aja, supaya mahasiswa yang diterima semakin banyak !

Tak perlu ujian tengah semeseter atau akhir semester yang mengasah kemampuan otak, yang penting mahasiswa selalu lulus semua mata kuliah ! Kalau perlu buat aturan yang membuat dosen kehilangan idealismenya sehingga terpaksa mengobral nilai dengan murah, bahkan gratis hanya bermodal kehadiran lima belas menit menjelang berakhirnya kelas di setiap pertemuannya oleh setiap siswa !

Lupakan juga kelaziman prosedur belajar mengajar, yang penting berikan kemudahan sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa, kalau perlu kuliah sebagai sambilan (nyambi) pun jadilah ! Jangan berharap ada mahasiswa tidak lulus mata kuliah, kalau perlu buat mahasiswa cepat lulus dan segera menjadi sarjana walaupun menuliskan nama mantan presidennya pun tak bisa ! Calon sarjana !!! Komunikasi pula !!!

Mau jadi apa ilmu komunikasi ke nantinya ?

  1. Bila para profesionalnya terlahir secara jadi-jadian ?
  2. Bila para ilmuwannya tak punya keteguhan ?
  3. Bila penyelenggara pendidikannya melupakan idealisme dan mengutamakan jualan ?
  4. Bila pemerintahnya mengabaikan ?
  5. Bila para pelakunya yang tersisa pun tak punya kesempatan ?

Akankah kita semua menutup mata ?

Tidak ada komentar: