Rabu, 17 Februari 2010

FACEBOOK & KOMUNIKASI

Facebook, media virtual komunikasi atau ngetop sebagai situs jejaring sosial semakin hari semakin menuai banyak masalah saja. Bila mengamati gejala yang muncul di antara masyarakat pengguna facebook, secara individual facebook tidak lebih sebagai ajang pamer saja.

Facebook menjadi media pamer yang efektif karena mekanismenya yang just in time, on line, langsung begitu ... bahasa sederhananya. Jadi apa yang tertulis di facebook, dapat langsung direspon secepat kilat saat itu juga dalam hitung detik !


Hal-hal yang tertulis seringkali hal-hal yang tidak penting dan sekali lagi hanya memamerkan kesibukan masing-masing pengguna seolah-olah mereka begitu eksis dengan kehidupannya. Alhasil, bisa kita lihat betapa banyak orang yang meng-up-date statusnya dengan info sedang berada di benua mana, hendak terbang ke mana, meeting di mana, meeting sama siapa, wah ... pokoknya kelas tinggilah informasi yang tertulis di sana.


Sementara ada juga yang pengen eksis dengan keanehannya dengan info berapa banyak polisi tidur yang dilewatinya dari rumah hingga kantor, atau mengomentari segala sesuatu yang dilihatnya/ditemuinya ibarat komentator hebat. Akibatnya, kebebasan berkomentar melalui media virtual pun menuai banyak badai. Maka Prita Mulyasari pun terpaksa menjadi tumbal dan menengguk pelajaran akibat kesimpangsiuran, ketidaktahuan dan ketidakpedulian ....

Kini, facebook kembali menjadi biang keladi tragedi menyedihkan yang menimpa gadis-gadis belia yang dibawa kabur oleh teman virtual yang dijumpainya di facebook. Mereka tidak hanya menanggung kerugian material, tapi juga masa depan mereka sebagai perempuan ....

Sayang sejuta sayang, para pakar komunikasi kita tak juga bersuara. Coba tengoklah kotak ajaib, di sana justru para selebriti yang banyak memberikan himbuan, empati, pengajaran, bagaimna memanfaatkan dan menjadikan facebook sebuah hal yang positif bukan sebaliknya. Lalu ke mana para ilmuwan komunikasi Indonesia ?

Seandainya, para ilmuwan komunikasi bangsa ini memiliki kepedulian dan sensitivitas yang tinggi terhadap fenomena yang berkembang di masyarakat, tentu mereka dengan tanggap akan segera memberikan panduan, pandangan profesional serta solusi sebagai seorang cendekiawan sejati bagi masyarakat.

Sekali lagi, manusia tidak mungkin dapat membendung perkembangan teknologi. Namun manusia bisa membentengi diri dengan tata nilai agama dan keintiman yang terbangun secara mesra dalam keluarga batih/inti setiap anggota masyarakat. Bahwa saat ini bukan eranya lagi mendidika anak dengan pendekatan otoriter, tapi lebih pada komunikasi efektif antara orang tua dan anak-anak.


Facebook tidak selalu menjadi malapetaka. Pada banyak kasus, facebook berhasil mengantarkan, setidaknya turut mensukseskan kemenangan Barack Obama sebagai presiden Amreika Serikat. Di Indonesia, facebook pula yang berhasil membebaskan Prita Mulyasari tidak saja dari denda Rp. 600 juta akibat curhatannya di email, tapi bahkan lebih dari itu, berhasil membangun people power yang meruntuhkan arogansi penegakan hukum yang dirasa tidak berpihak dan bersikap secara proporsional dalam menangani kasus Prita. Kini, facebook kembali berhasil menggalang dana lebih dari Rp. 1 miliar untuk membantu kesembuhan anak dari kelainan hati yang parah.

Namun sekali lagi, belum seluruh masyarakat Indonesia memiliki pendidikan yang tinggi. Karennya, tidak semua masyarakat Indonesia mampu berpikir secara rasional dan dewasa. Anak-anak kaum menengah ke bawah itu boleh jadi bersekolah, tapi orang tua mereka tidak. Maka terjadi kesenjangan di sana. Maka kembali lagi, seyogyanya para ilmuan komunikasi mulai lebih peduli dan membawa manfaat lebih nyata lagi kepada bangsa ini. Berikanlah rekomendasi, analisa, serta solusi setidaknya untuk mengurangi sedikit saja persoalan yang seharusnya tidak perlu menambah beban rakyat kecil lagi yang hidupnya sudah sangat sulit.

Sudah saatnya para cendekiawan komunikasi Indonesia untuk bangkit dan memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa ini lebih banyak lagi ....

Tidak ada komentar: