Minggu, 13 September 2015

LEMBANG, KOMPAS.com — Pemerintah berencana merekrut 100 tenaga humas baru, baik dari lingkup pegawai negeri sipil maupun masyarakat umum, untuk memastikan seluruh kegiatan pemerintahan terekspos publik melalui media massa.

"Kementerian PAN dan RB bersama Kemenkominfo akan membentuk government public relations, dan dalam waktu dekat akan melakukan rekrutmen terbuka mencari 100 orang berpendidikan minimal S-2 jurusan Komunikasi Publik untuk menjadi humas di instansi pemerintahan," ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi di sela-sela gathering jurnalis peliput reformasi birokrasi di Lembang, Jawa Barat, Jumat (11/9/2015) malam.

Yuddy mengatakan, tenaga humas itu harus berusia minimum 25 tahun dan maksimal 28 tahun, serta akan ditempatkan di semua kementerian guna menggerakkan informasi publik.

Dia mengatakan, wacana perekrutan tenaga humas baru digulirkan karena kapasitas kehumasan kementerian secara umum saat ini tidak maksimal. Padahal, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan semua biro humas kementerian untuk mengekspos aktivitasnya.

"Nanti, tenaga baru itu akan kami latih dan berikan kontrak kerja. Ini salah satu elemen reformasi birokrasi, supaya masyarakat tahu setiap kementerian melakukan apa," kata dia.

Menurut Yuddy, perekrutan akan dimulai pada November 2015, dan para tenaga humas diharapkan sudah bisa bekerja pada Januari 2016.


Waaaahh ... sungguh para pelaku komunikasi khususnya pelaku humas di Indonesia patut mensyukuri kebijakan pemerintah yang satu ini. Men PAN dan RB jelas melakukan sebuah terobosan yang sangat luar biasa dengan kebijakannya yang satu ini.

Artinya, dunia komunikasi di Indonesia, khususnya pemerintah sudah meningkat satu langkah lagi kesadarannya tentang pentingnya komunikasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila menyoal industry media yang berbanding lurus dengan kemajuan teknologi komunikasi, Indonesia tidak terlampau tertinggal jauhlah, kalau tak terlalu yakin dibilang maju pesat. Tapi kalau menyoal khususon ilmu hubungan masyarakat di instansi pemerintah, itu sungguh jalan di tempat, realita yang sungguh sangat memprihatinkan selama hampir 20 (dua puluh) tahun terakhir.

Komunikasi dengan segala turuanannya memang beragam. Pasalnya, dunia jurnalistik atau media, itu lebih pada perkara teknis. Tapi yang menguasai strategi adalah praktisi hubungan masyarakat yang tahu bagaimana pesan seharusnya dikemas, kapan waktunya, melalui media yang mana, bagaimana caranya, seberapa sering, siapa yang tampil bicara, seberapa banyak informasi yang disampaikan, seberapa sering pengulangannya, bagaimana ekskalasi penyampaian pesannya, dst.

Nah, hal-hal itulah yang selama ini nyaris tidak menjadi perhatian pemerintah. Padahal dengan kharakter populasi bangsa ini yang sebagian besar masih marginal pendidikannya (bukan sarjana), sungguh berkata-kata jadi sebuah perkara yang fundamental.

Pasalnya, dengan tingkat intelektualitas yang relative tidak tinggi, masyarakat cenderung memahami setiap informasi tanpa mampu mengolahnya dengan lebih obyektif. Hal tersebut terjadi karena referensi, pengalaman dan wawasan lulusan SMA tentu berbeda dengan mereka yang sarjana yang memiliki pengalaman jauh lebih banyak sehingga akan memiliki kontrol, referensi beragam sebagai pembanding untuk memverifikasi setiap informasi yang diterima.

Selain itu, mereka yang lulusan SMA tentu memiliki cara berpikir yang berbeda dengan cara berpikir para sarjana yang telah dididik untuk berpikir secara sistematis, kronologis dan bertindak secara terencana dan terorganisir. Tentu logika ini tidak berlaku absolut ya, namun hal ini adalah kondisi normative yang selayaknya dan normalnya terjadi pada masing-masing populasi yang berbeda tingkat intelektualitasnya tersebut.

Nah, bila pemerintah berencana untuk melakukan rekrutmen 100 tenaga humas diharapkan pemerintah dapat semakin mampu dalam berkomunikasi dengan rakyatnya secara lebih efektif. Walaupn angka tersebut sungguh sangat kecil ya bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang 250 jt lebih (tapi itu juga bukan sebuah ukuran sih), namun setidaknya, kebijakan ini layak disikapi dengan optimis.

Well, para sarjana humas Indonesia, it's time for you to perform ! Grab your opportunity ! Good luck !!!

:)

Sabtu, 12 September 2015

"Terus, kerja kalian apa ... ?"

Perkembangan dunia kehumasan di dunia kerja khususnya di instansi pemerintah sebagaiamana adanya selama hampir dua dekade belakangan ini sungguh sangat memprihatinkan. Simaklah situasi yang terjadi di salah satu BUMN yang tergolong obyek vital dan strategis belum lama ini.

Alkisah, seluruh BUMN diwajibkan melakukan evaluasi kinerja berbasis Kriteria Perusahaan Kinerja Unggul (KPKU) yang mengadopsi balance scord card (BSC) yang telah berlangsung menginjak tahun ketiga. Nah mekanisme evaluasi ini dilakukan setiap menjelang akhir semester 2 (dua) pada setiap tahunnya. Evaluasi ini memotret sedikitnya 6 (enam) aspek meliputi kepemimpinan, strategis, fokus pada pelanggan, analisa hasil, fokus pada pelanggan, proses serta evaluasi pada hasil terkait ke-6 aspek tersebut. Detil mengenai KPKU ini nanti akan dikisahkan pada artikel berikutnya ya ....

Singkat cerita, laporan KPKU ini harus menyertakan penjelasan mengenai profil organisasi yang mensyaratkan hal-hal tertentu untuk disajikan. Nah, perkaranya kalau menyoal hal seperti ini dari sebuah organisasi maka perkara ini paling relevan dilengkapi oleh unit kerja yang mana ? Tentulah unit kerja yang terkait dengan komunikasi perusahaan, sekretaris perusahaan, hubungan masyarakat dan kerabatnya 'kan ?

Sementara menyoal implementasi system dan evaluasi KPKU menjadi lebih relevan bila menjadi urusan unit kerja terkait perencanaan perusahaan yang bertanggung jawab untuk memastikan terimplementasinya sebuah system, dari ISO, manajemen risiko, kepatuhan (compliance), KPI, hingga KPKU ini. Artinya, unit kerja ini bertanggung jawab untuk mengedukasi seluruh unit kerja tentang sebuah sebuah system dan memastikan seluruh unit kerja sungguh-sungguh mengimplementasikannya dalam operasional sehari2.

Nah, ini dia perkaranya. Saat laporan mengenai profil organisasi dimintakan kepada unit kerja komunikasi perusahaan untuk melengkapinya, pejabat terkait justru melontarkan pertanyaan yang sangat melecehkan. Begini percakapannya .... 

Pejabat : "Loh, bukannya pekerjaan itu dilakukan oleh unit kerja perencanaan ya ?"
Petugas : "Bukan. Karena hal itu terkait mengenai hal ihwal mengenai profil organisasi secara menyeluruh maka yang tahu persis adalah unit kerja terkait, dalam hal ini komunikasi perusahaan atau humas. Begitupun laporan terkait 6  (enam) aspek lainnya, maka itu dilengkapi dan dibuat oleh masing-masing unit kerja terkait, karena merekalah yang paling mengerti. Selain itu, laporan tersebut adalah panduan operasional yang dibutuhkan oleh masing-masing unit kerja tersebut."
Pejabat : "Terus pekerjaan kalian apa ?" tanyanya sambil insist berupaya menolak melengkapi data tersebut.

Haaaaa ... !!! Congkak sekali ya ?

Aslinya, ini bukan perkara personal ya. Tapi ini adalah salah satu dampak, akibat fungsi komunikasi perusahaan atau humas tidak diisi oleh sumber daya manusia yang memang memiliki latar belakang komunikasi, khususnya hubungan masyarakat. Memang, manajer ini, bergelar sarjana komunikasi, tapi hasil kejar tayang. Maksudnya, aslinya beliau berpendidikan D3 sekretaris, lalu melanjutkan S1 komunikasi. Hehehe ... anda yang susah payah belajar komunikasi baik jurnaslistik, humas, iklan, penerangan, dst, mau disamakan kualitasnya dengan sarjana yang model ini ?

Sedikit sekali dunia empiris yang memahami bahwa hubungan masyarakat adalah sebuah perkara yang sangat serius. Terlebih lagi, hubungan masyarakat adalah science, ilmu pengetahuan bukan tips !