Rabu, 07 Oktober 2009

PERHUMAS LUNCHEON

Rabu, 7 Oktober 2009 pukul 11.30 wib Perhumas mengadakan Perhumas Luncheon yang disponsori oleh Exxon Mobil Indonesia bertempat di Kembang Goela Cafe, Plaza Sentral, jl. Sudirman, Jakarta. Sesuai sohibul hajat kali ini, maka acara mengusung topik "Energy Challenges & Role of PR".

Pastilah, acara tersebut sangat berbobot dan semua yang hadir dibuat melek energy dalam sekejap. Namun yang paling menarik adalah ... bahwa kehadiran lebih dari 50 orang para praktisi dan profesional humas yang tergabung dalam Perhumas dari berbagai latar belakang usaha/bisnis berbeda menjadi media yang efektif bagi para anggota perhumas untuk up date informasi dan up grade kompetensi.

Semua yang berbicara dan urun rembug bicara sangat berpengalaman dan smart. Rasanya, kalau para profesional humas tidak sering-sering mengikuti kegiatan sejenis, bisa-bisa jadi katak dalam tempurung deh. Sebaliknya, yang rajin-rajin mengikuti kegiatan seperti ini akan semakin menyadari, walah dalah ... betapa terbatasanya pengetahuan kita, betapa sedikitnya pengalaman kita, dan terakhir ... hiks, hiks, betapa bodohnya ternyata kita selama ini ya ... ?

Selamat belajar, maju terus Perhumas Indonesia !

Senin, 05 Oktober 2009

PROSEDUR RISET

Melakukan sebuah riset tanpa landasan teori, mungkinkah ? Banyak orang cenderung menyederhanakan sebuah proses riset. Biasanya, orang hanya tahu banyak riset berarti sama dengan kuesioner, itu saja. Padahal, bagaimana sebuah lembar kuesioner itu tersusun ada alasannya.

Bahwa sebuah riset atau penelitian adalah sebuah proses kerja yang bertujuan untuk mencari tahu, membuktikan atau merumuskan teori baru perihal permasalahan, fenomena atau gejala tertentu. Artinya, ada metode atau prosedur yang menyertai sebuah riset atau penelitian.

Hal terpenting adalah bahwa kunci keberhasilan sebuah riset tergantung pada kepatuhan peneliti untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah ditentukan atau disyaratkan. Artinya, bila peneliti tidak memenuhi seluruh tahapan dan prosedur yang disyaratkan dalam sebuah metode riset, maka hasil penelitian tersebut tidak reliable, tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena hasilnya bias, terdapat penyimpangan.

Sesungguhnya pekerjaan meneiliti adalah pekerjaan yang menyenangkan. Pekerjaan meneliti tidak menakutkan dan kaku seperti yang dibayangkan banyak orang. Pada dasarnya sebuah metode atau prosedur penelitian selain mensyaratkan ketentuan yang ketat, juga memberikan peluang kepada peneliti hak prerogatif yang sangat menyenangkan.

Contohnya, dalam menentukan jumlah sampel, menentukan periode, menentukan area, dsb. yang kesemuanya itu berkaitan dengan kesiapan dan ketersediaan waktu dan biaya peneliti. Dan yang lebih menyenangkan lagi, kemudahan-kemudahan tersebut tidak mengurangi kesahihan hasil penelitian sepanjang tahapan dan prosedurnya tetap terpenuhi.

Sebuah riset seharusnya berawal dari tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan dengan sendirinya akan membatasi landasan teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Begitulah seterusnya sehingga bagaimana menentukan metode samplingnya, apa instrumen penelitiannya, bagaimana mengolah data dan menyimpulkannya akan terarah dengan sendirinya secara spefisik.

Artinya, bila latar belakang dan tujuan penelitian telah dirumuskan dengan benar, maka peneliti akan dimudahkan dalam menentukan tahap-tahap penelitiannya dari berbagai metode yang tersedia dalam penelitian.

Sebagai contoh, ada sebuah perusahaan melakukan survey mengenai kepuasan pegawai hanya berbekal contoh kuesioner yang pernah digunakan di perusahaan lain, tanpa mempunyai landasan teori apapun ! Hal tersebut tentu sungguh sangat keliru, mengapa ?
  1. Kebutuhan penelitian yang akan digali atau diketahui oleh masing-masing perusahaan dalam sebuah penelitian tidak sama;
  2. Belum tentu lembar kuesioner yang digunakan oleh perusahaan tersebut sudah benar dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan;

  3. Saat lembar kuesioner telah terisi dan terkumpul, penyelenggara peneliti tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadapnya, bagaimana mentabulasi, mengolah, menganalisa hingga memperoleh kesimpulannya, karena tidak ada landasan teori sebagai acuan. Akibatnya, pengolah data bekerja berdasarkan asumsi masing-masing;

  4. Salah atau benar sebuah penelitian dilakukan, tentu memiliki konsekuensi terhadap penggunaan biaya dan waktu. Bila waktu sudah terbuang dan biaya sudah digunakan namun penelitian dilakukan secara tidak benar, maka tentu hasilnya akan sia-sia.

Demikianlah pentingnya prosedur riset dalam sebuah penelitian. Sekali lagi kunci keberhasilan sebuah penelitian bukan pada hasilnya yang sesuai dengan yang diharapkan, tapi pada kepatuhan peneliti dalam mengikuti setiap tahapan dan ketentuan prosedur penelitian secara konsisten.

Bahwa penelitian bukanlah hal yang sederhana, namun juga bukanlah hal yang menakutkan. Prosedur penelitian dirangcang justru untuk memudahkan peneliti melakukan penelitian sesuai kemampuan dan kebutuhan, baik secara finansial, ketersediaan waktu dan pertimbangan lainnya.


Kamis, 24 September 2009

STANDAR KOMPETENSI HUMAS

Efektif per Februari 2008 lalu, Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi (Depnakertrans) telah menetapkan Keputusan Menteri Nomor : KEP. 39/MEN/II/2008 tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan. SKKNI Bidang Kehumasan disusun oleh Tim Panitia Kerja yang beranggotakan para profesional akademisi maupun praktisi bidang Komunikasi dan diketuai langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informasi, Republik Indonesia. SKKNI Bidang Kehumasan merupakan terobosan yang sangat positif bagi perkembangan profesi humas di Indonesia.




KERANCUAN MULTI-ENTRY


Globalisasi yang terjadi di seluruh belahan dunia saat ini telah menghilangkan sekat-sekat geografis sehingga mengakibatkan dunia seolah menjadi sebuah wilayah tanpa batas. Kehidupan yang serba mengglobal ini pada gilirannya mempengaruhi segala aspek kegiatan dunia usaha dan berbagai profesi di dalamnya tidak terkecuali profesi public relations.



Di negara-negara maju, Public Relations atau hubungan masyarakat (humas) telah menjadi profesi yang sangat bergengsi dan terus berkembang (emerging profession) secara pesat. Namun di Indonesia, ilmu Public Relations (PR) atau Kehumasan bisa jadi merupakan sebuah ilmu yang relatif baru dikenal dibandingkan berbagai disiplin ilmu yang lain, yang ikut menjadi 'korban' globalisasi tersebut.


Pasalnya, public relations menjadi sebuah profesi yang cenderung multi-entry dicipliner di mana siapapun dapat memasuki profesi ini tanpa mengsyaratkan penguasaan keilmuan tertentu, yaitu ilmu komunikasi.



Saat ini, keberadaan profesi PR di dunia usaha pun terus mengalami peningkatan. Artinya, dunia usaha sedikit demi sedikit telah menyadari peran strategis PR tidak saja dalam membangun citra organisasi dan reputasi, tapi juga berkontribusi dalam penyelenggaraan tata kelola organisasi yang baik (Good Corporate Governance). Namun di lain pihak, peran para praktisi PR dalam institusi/organisasi di Indonesia pada umumnya belum berada di posisi yang layak khususnya dalam proses pengambilan keputusan, termasuk keputusan yang berhubungan dengan peran strategis PR itu sendiri.



Dalam struktur organisasi, kedudukan departemen atau bagian PR belum berada pada level pimpinan/manajemen atau masih jauh dari pengambil keputusan. Kondisi tersebut, menyebabkan PR tidak dapat melaksanakan fungsi strategisnya sebagai salah satu fungsi manajemen. Akibatnya, penempatan SDM yang menjalankan fungsi PR belum didasarkan pada kompetensi PR dan hanya cenderung sebagai pelengkap saja. Padahal, pada situasi yang sangat kompetitif saat ini, para profesional PR perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan kompetensi baik secara individul maupun institusional. Hal ini wajib diupayakan agar para profesional PR dapat berkontribusi lebih optimal sehingga mendapatkan penghargaan lebih baik sebagai profesional di dunia usaha.



Hal inilah yang melatarbelakangi disusunnya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan oleh pemerintah, dalam hal ini disusun oleh Departemen Komunikasi & Informasi Republik Indonesia dan ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi Republik Indonesia.





KOMPETENSI vs PROFESI


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kompetensi adalah 1) kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu); 2 Ling kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah. Gati Gayatri, Kepala Puslibang Profesi, DEPKOMINFO dalam presentasinya mengenai “Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Profesi CIO” menjelaskan bahwa Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.



Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pelatihan ekstensif, studi, dan penguasaan pengetahuan khusus, dan biasanya memiliki asosiasi profesional, kode etik, dan proses sertifikasi atau perijinan. Profesionalisme – elitisme power yang didefinisikan sendiri oleh komunitas profesi yang bersangkutan.



Adapun indikator profesi adalah :
  1. Aplikasi ketrampilan berdasarkan pengetahuan khusus;

  2. Persyaratan pendidikan dan pelatihan tingkat lanjut atau “advanced”;

  3. Ujian formal kompetensi dan admisi yang terkontrol;

  4. Keberadaan asosiasi profesi;

  5. Keberadaan pedoman perilaku (code of conduct) atau etika;

  6. Keberadaan komitmen atau tuntutan atau rasa tanggungjawab untuk melayani publik.


Sementara indikator profesionalisme adalah :

  1. Terlatih dengan baik (well-trained);

  2. Sangat berkualitas;

  3. Mampu bekerja keras dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan clients;

  4. Dapat dipercaya (sesuai dengan gelar yang dimiliki)

Artinya, sebagai sebuah profesi, Public Relations atau Humas juga mempunyai koridor keilmuan tertentu yang perlu dihargai sebagaimana profesi lainnya seperti dokter, pengacara, psikolog, psikiater, insinyur, yang tidak sembarang orang dapat mengambil alih atau meng-hand-over pekerjaan atau profesi mereka tanpa memiliki keahlian khusus mengenai bidang itu. Mengapa, karena profesi PR juga memiliki persyaratan-persyaratan keilmuan yang tidak dapat diperoleh hanya dengan kursus singkat satu bulan atau seminar 1 hari, sebagaimana berbagai profesi lain mengsyaratkan proses pembelajaran yang sangat spesifik dan tidak sederhana.



SKKNI KEHUMASAN

SKKNI Bidang Kehumasan memuat mengenai 2 (dua) hal besar ; yaitu Daftar Unit Standar Kompetensi Bidang Kehumasan dan sertifikasi atau penggolongan petugas humas sesuai kompetensi.

Daftar Unit Standar Kompetensi Bidang Kehumasan terdiri dari 3 (tiga) kelompok, yaitu :
  1. Kelompok Kompetensi Umum, terdiri dari 7 (tujuh) kompetensi;

  2. Kelompok Kompetensi Inti, terdiri dari 54 (lima puluh empat) kompetensi;

  3. Kelompok Kompetensi Khusus, terdiri dari 9 (sembilan) kompetensi


Sementara itu, berkaitan dengan penggolongan petugas humas, KEP Menarkertrans No. KEP. 39/MEN/II/2008 menetapkan sebagai berikut :

  1. Sertifikat III (Humas Junior);

  2. Sertifikat IV (Humas Madya);

  3. Sertifikat V (Humas Ahli);

  4. Sertfikat VI (Humas Manajerial)


Secara detail, kriteria masing-masing kompetensi dari setiap kelompok kompetensi maupun sertifikasi dijelaskan dan dapat dipelajari dalam KEP Menakertrans No. Kep. 39/MEN/II/2008. Rincian ini untuk mencegah terjadinya mutitafsir mengenai penyelenggaraan sebuah kegiatan sekaligus sebagai penyeragam tentang sebuah kompetensi bagi seluruh profesional humas di Indonesia.



SKKNI, SKI, KPI

Bila membandingkan Daftar Unit Kompetensi Bidang Kehumasan dengan implementasi di dunia empiris selama ini maka terlihat, mungkin masih banyak pekerjaan yang sangat penting dan strategis yang belum terjangkau oleh banyak biro komunikasi di berbagai institusi di Indonesia. Sekedar mengingatkan saja, bahwa menurut Edward Louis Bernays & Ivy Lee, keduanya dikenal sebagai Bapak Humas Modern, menegaskan :
“... public relations as a management function which tabulates public attitudes, defines the policies, procedures and interests of an organization. . . followed by executing a program of action to earn public understanding and acceptance".Today, "Public Relations is a set of management, supervisory, and technical functions that foster an organization's ability to strategically listen to, appreciate, and respond to those persons whose mutually beneficial relationships with the organization are necessary if it is to achieve its missions and values." Essentially it is a management function that focuses on two-way communication and fostering of mutually beneficial relationships between an organization and its publics.”


Jelaslah, bahwa public relations pada dasarnya adalah sebuah fungsi manajemen yang mengelompokan sikap publik, merumuskan kebijakan-kebijakan, prosedur dan minat atau tujuan organisasi ... diikuti oleh pelaksanaan program untuk menghasilkan pengertian dan penerimaan publik.

Saat ini, public relations adalah sebuah kesatuan dari manajemen, pengawasan dan fungsi-fungsi teknis yang membantu kemampuan sebuah organisasi untuk mendengarkan secara strategis, menghargai dan merespon kepada pihak-pihak di mana hubungan saling menguntungkan bagi organisasi menjadi penting jika hal itu dimaksudkan untuk mencapai misi-misi dan nilai-nilai perusahaan.


Secara mendasar, hal ini merupakan fungsi manajemen yang memfokuskan dalam komunikasi dua arah dan membantu hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya.Pada dunia empiris, SKKNI Bidang Kehumasan yang digulirkan pemerintah ini tentu menjadi sebuah panduan yang sangat membantu bagi dunia kerja khususnya dalam meningkatkan citra profesi humas itu sendiri. Artinya, SKKNI Bidang kehumasan sangat berguna dan memudahkan dalam menentukan peta kekuatan SDM, maupun SKI atau KPI dalam dunia kerja khususnya bagi profesi humas di berbagai instansi.

Tidak hanya itu, dengan mengacu pada SKKNI maka institusi dapat menempatkan atau mengembalikan pekerjaan-pekerjaan yang bisa jadi selama ini bukan menjadi urusan kehumasan. Akhirnya, berbekal KEP Menakertrans No. 39/MEN/II/2008 ini maka institusi pun dapat memberikan apresiasi, reward (penghargaan) kepada setiap profesional PR secara obyektif, jujur dan transparan sesuai kompetensi atau sertifikasi tersebut.


Di Indonesia, mungkin belum semua profesi memiliki standar kompetensi kerja nasional karena pemerintah mungkin juga belum menetapkan untuk itu. Namun, SKKNI Bidang Kehumasan selayaknya disambut positif dunia usaha di Indonesia karena sangat bermanfaat dalam meningkatkan profesionalisme PR maupun institusional di seluruh Indonesia. Di masa yang akan datang, pemerintah akan terus melakukan pengembangan dan perbaikan SKKNI Bidang Kehumasan secara periodik mengikuti perkembangan jaman.



IT'S NOW OR NEVER
SKKNI Bidang Kehumasan sudah selayaknya disambut gembira oleh para praktisi kehumasan. Keberadaan SKKNI Kehumasan jelas sangat membantu profesi humas agar menjadi tuan rumah di bidang keilmuannya sendiri. Sebagaimana diketahui bersama, begitu banyak praktisi humas yang tidak memiliki latar belakang akademis yang relevan dengan profesi kehumasan.

Akibatnya, para sarjana komunikasi pun terlewati oleh berbagai profesi lain yang dianggap mampu sebagai substitusi dan mengambil alih kue para praktisi humas yang berbekal akademis kehumasan atau komunikasi.

Sebaliknya, SKKNI Bidang Kehumasan pun dapat menjadi bumerang, bila para intelektual komunikasi tidak mampu bersaing dengan para praktisi humas yang sudah ada yang notabene memiliki kemampuan setara atau bahkan lebih baik dari para intelektual humas itu sendiri.



RESEARCH IS A MUST
Pekerjaan kehumasan pada dasarnya mengutamakan dan berorientasi pada riset. Artinya, nilai lebih inilah yang dimiliki para praktisi humas yang berlatar belakang ilmu komunikasi khususnya ilmu kehumasan. Keunggulan ini tentu tidak dimiliki oleh praktisi lain yang tidak berlatar belakang akademis komunikasi atau kehumasan. Riset pula-lah yang menjadi salah satu kompetensi yang harsu dikuasai oleh profesional humas pada tingkat ahli dan manajerial.

Persoalannya, gejala yang ditemui saat ini di dunia pendidikan bidang komunikasi di Indonesia, tidak semua institusi pendidikan yang melahirkan sarjana komunikasi memiliki kemampuan yang digdaya mengenai riset komunikasi. Akibatnya, saat ini banyak sarjana komunikasi yang tidak menguasai riset komunikasi. Tentu, hal ini menjadi tugas rumah tersendiri yang sangat serius bagi para praktisi komunikasi di Indonesia. Bila hal ini tidak diperhatikan, maka SKKNI Bidang Kehumasan pun akan menjadi tidak berguna, karena sangat sedikit praktisi kehumasan yang mampu memenuhi kriteria kompetensi yang disyaratkan dalam SKKNI Bidang Kehumasan.


Tidak ada kata terlambat untuk belajar, it is never to late to learn. Jadi, mumpung segalanya sudah begitu sangat mudah, mengapa tidak segera kita lakukan perbaikan ? Bila tidak dimulai sekarang, bisa-bisa nanti insan humas profesional seperti kisah kutu yang berada di dalam kotak korek api. Ingin tahu ceritanya ? Selamat mencari tahu !

PROFESI HUMAS

Berpuluh-puluh tahun dalam perkembangannya, profesi Humas di Indonesia terus mengalami pasang surut. Namun bila boleh jujur, mengamati gejala yang ditemui di dunia empiris, sedikit sekali para pekerja humas yang bekerja dan berada di tempat yang tepat dan sesuai dengan kompetensinya. Sebaliknya, banyak sekali para praktisi humas yang memiliki kompetensi berbeda dengan kriteria yang dusyaratkan oleh profesi humas.

Fenomena yang tak kalah memprihatinkan adalah, banyak para praktisi humas yang terjebak dengan keterbatasan yang sistematis di lingkungan kerja sehingga menyebabkan para pekerja humas potensial tidak dapat bekerja secara optimal dan profesional.

Berbagai fenomena tersebut sebaiknya menjadi pelajaran bagi para calon praktisi humas atau para profesional humas yang telah terlanjur berada di lingkungan kerja yang kurang kondusif atau tidak memberikan ruang yang sesuai bagi mereka untuk berkembang.

Pada dasarnya, profesi humas dibutuhnkan oleh semua industri atau bidang usaha. Masalahnya adalah pada rendahnya tingkat kesadaran atau awareness para pelaku industri atau usaha terhadap kebutuhan humas. Rendahnya tingkat kesadaran tersebut tentu ibarat benang kusut dan mencari mana lebih dulu, telur atau ayam. Kenyataannya, yang memiliki pemahaman terbatas adalah para pengambil-keputusan yang notabene tidak memiliki atau memiliki pemahaman yang terbatas tentang kehumasan.

Menyiasati kondisi empiris yang relatif masih sangat buruk dan memprihatinkan dalam memperlakukan para profesional humas, maka adalah para profesional humaslah yang sebaiknya lebih taktis dalam menentukan dan membangun karirnya secara selektif. Ada beberapa tips yang dapat menjadi pertimbangan para profesional dan calon praktisi humas dalam membangun karirnya.

Sejumlah tempat yang memiliki peluang cukup menjanjikan bagi para praktisi humas agar dapat bekerja secara optimal antara lain di perusahaan, instansi atau organisasi dengan kriteria sebagai berikut :
  1. Perusahaan atau instansi yang usaha utamanya adalah bidang industri komunikasi seperti penyiaran, surat kabar, pertelevisian, perfilman, periklanan, dll;

  2. Perusahaan atau instansi yang reputasinya sangat mengandalkan kinerja humas, seperti industri penerbangan, perminyakan dan gas, pertambangan, dll;

  3. Menjadi Diplomat;

  4. Organisasi internasional nirlaba yang menjadikan kegiatan komunikasi sebagai alat utama dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, seperti organisasi dunia WHO, UNESCO, UNICEF, UNDP, WWF, Green Peace, ASEAN, dll;

  5. Perusahaan jasa pelayanan seperti telekomunikasi, perhotelan, kamar dagang, perbankan, dll;

  6. Perusahaan ritel atau consumer products seperti kebutuhan pokok pangan seperti pabrik makanan, minuman, dll.

  7. Industri pendidikan dan penelitian seperti mengajar atau menjadi pengamat dan peneliti sosial. Namun pekerjaan ini sangat serius dan pendapatannya tidak terlalu fantastis. Khusus untuk bidang ini, pilihan akan profesi sebagai pengajar atau peneliti kaya akan nuansa religius, psikologis dan lebih karena panggilan hati, bukan membangun karir hebat 100%.

Sebaliknya, hindari lapangan pekerjaan yang menyebabkan terbatasnya peluang bagi para profesional humas untuk bekerja secara optimal, seperti :

  1. Perusahaan manufaktur murni, dalam arti produknya tidak dibeli langsung oleh pengguna seperti pabrik kertas, pabrik kaca, pabrik botol atau percetakan, karena humas hanya sebagai penunjang yang belum memiliki kewenangan optimal, menyebabkan humas tidak dapat bekerja;

  2. Perusahaan jasa layanan kemanusiaan seperti rumah sakit, karena umumnya posisi humas diisi oleh para dokter itu sendiri;

  3. Kantor pemerintahan atau departemen, karena peran humas hanya sebagai pelengkap saja dan kadang keberadaan humas belum melembaga secara independen atau masih menjadi satu dengan bagian lain macam personalia atau hukum;

  4. Pusat perbelanjaan atau Department Store, walaupun area atau suasana kerjanya sangat megah, namun apresiasi terhadap para praktisi humas belum sepadan dengan kebutuhan.

Pada dasarnya, bekerja pun adalah sebuah pilihan. Artinya, apakah bekerja sebagai sebuah tujuan utana dalam hidup ini, ataukah bekerja hanya sekedar mengisi waktu luang dan ada hal lain lebih prioritas dalam hidup, misalnya keluarga. Nah, setidaknya tips di atas dapat memberi gambaran lebih komperehensif bagi kita semua dalam menentukan pilihan dalam berkarir dalam bidang yang kita kuasai, khususnya bidang kehumasan. Semoga, tips ini bermanfaat ... !