Sabtu, 02 Juli 2011

ANTIKLIMAKS KASUS RUYATI

Kurang lebih seminggu setelah SBY menggelar jumpa pers menyikapi kasus Ruyati diikuti dengan keputusan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi hingga batas waktu yang tidak ditentukan (hingga Pemerintah Arab Saudi sepakat dengan syarat yang diajukan Pemerintah Indonesia), Kerajaan Arab Saudi langsung merespon moratorium RI.

Tidak tanggung-tanggung, Arab Saudi balik menyatakan tidak akan mengeluarkan visa lagi bagi para calon TKI ! Bahkan mereka tegas-tegas menyatakan menghentikan pemberian visa bagi para calon TKI sehubungan dengan syarat yang diminta pemerintah RI menyangkut hak dan perlindungan TKI. Sikap pemerintah Saudi Arabia yang cepat dalam menanggapi sikap RI dengan keputusannya yang jauh lebih galak, membuat kedudukan merea sakan memiliki posisi tawar yang jauuuuuuhhh lebih tinggi daripada Indonesia yang jelas-jelas warga negaranya telah menjadi korban kekerasan bangsa mereka selama berpuluh tahun !

Bagaimana ini, mereka yang melakukan ketidakpatutan, namun mereka yang kini mengendalikan situasi ? Menyikapi sikap galak Kerajaan Arab Saudi ini, rasanya ingin tahu akan seperti apa dan bagaimana Pemerintah RI menyikapinya. Menakertrans, Muhaimin Iskandar secara normatif sudah merespon hal itu dengan "positif". Menakertrans menyambut "positif" Keputusan Kerajaan Arab Saudi dengan dalih, bila Arab Saudi tidak menghentikan pemberian visa TKI maka akan terjadi penumpukan permintaan. Hahahahaha ... Tapi apa iya persoalannya sesederhana itu ?

Permintaan pemerintah RI menyangkut hak dan perlindungan TKI menyusul keputusan moratorium pengiriman TKI juga kasus pemancungan terhadap alm.Ruyati, tentunya bukan hanya untuk melindungi para calon TKI yang akan dikirimkan kemudian. Namun lebih dari itu, bahwa para TKI yang sudah bekerja di Arab Saudi saat ini, pastinya juga berhak untuk mendapatkan perlakukan yang layak dan perlindungan dari kekerasan selama mereka bekerja.

Dengan sikap tegas penolakan Kerajaan Arab Saudi terhadap persyaratan yang diajukan pemeritah RI artinya mereka tegas-tegas dan jelas-jelas menolak memenuhi kewajiban mereka untuk melindungi para TKI yang sedang bekerja di sana saat ini ! Tidakkah hal ini disadari dan dimengerti oleh pemrintah kitaaaaa ???

LEMAHNYA KOMUNIKASI DIPLOMASI RI
Suka atau tidak suka, saat di awal-awal terbentuknya Negara ini, Indonesia cukup terkenal tidak saja sebagai inisiator pada banyak interaksi antarnegara di dunia baik regional maupun internasional, juga sebagai mediator untuk berbagai persoalan atau konflik yang dialami berbagai negara di dunia. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Hal ini memperlihatkan bahwa Indonesia selain dipercaya juga dianggap mampu melakukan negosiasi dan diplomasi internasional yang disegani. Namun, apa kabarnya hari ini ?

Pada kasus pembajakan kapal Inonesia yang memuat bijih nikel bernilai triliunan rupiah April 2011 lalu, pemerintah RI lebih memilih membayar tebusan miliaran rupiah ketimbang negosiasi. Mungkin mereka telah melakukan negosiasi, tapi dengan nilai tebusan yang tidak juga bergeser nilainya menjadi lebih kecil, maka terkesan upaya negosiasi tidak dilakukan optimal.

Pada kasus pemancungan alm. Ruyati lalu, pemerintah RI jelas dilecehkan sebagai sebuah pemerintahan yang merdeka dan berdaulat. Kini, persoalannya tidak berhenti sampai di situ. Sikap tegas Kerajaan Arab Saudi untuk memenuhi persayaratan yang diminta pemerintah RI semakin memperlihatkan betapa lemahnya dan lambannya pemerintah RI dalam melakukan negosiasi dan diplomasi internasional. Akibatnya, posisi Indonesia semakin tidak memiliki posisi tawar dan mengundang cibiran. Entah akan seperti apa akhir persoalan ini, kita tunggu saja !

Tidak ada komentar: