Rabu, 16 Februari 2011

ETIKA PROSES REKRUTMEN

Dua orang praktisi humas memenuhi panggilan wawancara di dua perusahaan konsultan berbeda yang sama-sama tengah melakukan proses rekrutmen. Tentu, prosesnya akan berbeda. Tapi simaklah, betapa berbeda dan menariknya perbedaan proses wawancara yang dialami kedua praktisi humas tersebut.

Si Fulan
  • adalah seorang kandidat yang memiliki pengalaman lebih dari lima tahun bekerja sebagai communications specialist di organisasi nir laba juga organisasi keuangan dunia. Berpendidikan S-2 manajemen komunikasi, berkemampuan bahasa inggris sangat baik dan pola kerja multinasional.
  • Ia memenuhi panggilan interview di sebuah perusahaan konsultan humas yang terbilang besar dengan holdingnya yang sudah terdaftar dalam bursa efek Indonesia sebagai perusahaan TBK. Perusahaan tersebut menjadwalkan wawancara pada hari dan jam kerja.
  • Pertemuan pertama, Si Fulan tiba sebelum waktu yang ditentukan. Setelah menunggu lebih dari satu jam, Si Fulan pun memulai wawancara.
  • Pewawancara tampak belum mempelajari CV yang telah dikirmkan. Gap pun terjadi antara keduanya. Umumnya hal seperti ini sangat sering terjadi, karena pewawancara/user, tidak menguasai ruang lingkup pekerjaan itu sendiri. Bila hal ini dilakukan oleh HRD untuk mengetahui kharakter personal kandidat, itu lain soal. Masalahnya bila yang mewawancarai adalah user yang berkepentingan langsung dengan pekerjaan tersebut tapi tidak menguasai permasalahan, maka yang terjadi adalah justifikasi yang sangat subyektif dan merugikan kandidat.
  • Pertemuan berikutnya, Fulan diminta mempresentasikan "Jika Aku Menjadi" sesuai posisi yang dilamarnya. Belum tiba waktunya presentasi pada pertemuan kedua tersebut, Fulan sudah diminta untuk mempresentasikan pula problem solving tentang kasus yang tengah dialami oleh perusahaan tersebut.
  • Sesuai hari yang ditentukan dan setelah menunggu lebih dari satu jam dari jadwal 'seperti biasanya', Si Fulan pun mempresentasikan pemikirannya berkaitan dengan kasus yang tengah dihadapi client perusahaan konsultan yang bersangkutan. Manajemen perusahaan sangat terkesan dengan pola pikirnya yang sangat terstruktur, berpengalaman dan berlandaskan konsep yang matang sehingga menghasilkan rekomendasi yang obyektif dan relevan. Presentasi Si Fulan menjadi hal berbeda yang jarang dilakukan oleh perusahaan tersebut dalam merumuskan rekomendasi bagi clien-client-nya. 
  • Menginjak minggu ke-3 sejak pertemuan pertama, Perusahaan Konsultan menawar gaji yang diminta oleh Si Fulan yang notabene sudah jauh di bawah standar gaji yang biasa ia terima selama ini. Akhir kisah, perusahaan Konsultan menyatakan tidak menerima Si Fulan sebagai pegawai dengan alasan dia tidak memenuhi kriteria.  
Si Fulana
  • adalah kandidat yang memiliki pengalaman lebih dari sepuluh tahun sebagai praktisi dalam bidang PR di sebuah perusahaan vital, aktif dalam dunia akademisi, namun belum berpengalaman sama sekali dalam bidang konsultan. Berpendidikan S-2 manajemen komunikasi, aktif berorganisasi dan memiliki jaringan yang cukup luas di antara insan komunikasi.
  • Berbeda dengan Si Fulan, Fulana memenuhi panggilan sebuah Perusahaan Konsultan Komunikasi Strategis lokal, namun dikelola secara internasional, world class-lah ! Perusahaan tersebut menjadwalkan waktu pada sore hari selepas jam kerja.
  • Fulana tiba setengah jam lebih awal, menunggu di ruang tunggu sementara waktu, untuk kemudian diundang masuk dan menunggu di ruang rapat serta ditawarkan minuman yang diinginkan hingga jadwal yang ditentukan
  • Fulana ditemui oleh para pucuk pimpinan perusahaan tepat pada waktu yang dijadwalkan. Fulana melewati waktu wawancara yang menyenangkan, dialog berlangsung sangat akrab, penuh kekeluargaan dan beretika.
  • Para pucuk pimpinan tampak telah mempelajari CV dan essay resume Si Fulana dengan baik. Mereka secara bergantian mengajukan pertanyaan kepada Fulana, sementara Sang CEO menyimak dengan penuh perhatian. Mereka semua terkesan dan menyatakan essay resume yang disampaikan begitu clear dan baik.
  • Di akhir dialog, para pucuk pimpinan memberi kesempatan Si Fulana untuk bertanya apa saja. Bahkan sambil bergurau, mereka memperkenankan Si Fulana untuk picthing sekalipun ! 
  • Di akhir dialog, karena kekeliruan adminsitrasi dalam penayangan iklannya, para pucuk pimpinan ini mengabarkan bahwa posisi tersebut sesungguhnya telah terisi, namun tentu mereka punya alasan yang lain untuk tetap mengundang Si Fulana untuk wawancara bukan ? Sementara untuk posisi yang saat ini tersedia, Fulana dianggapnya over qualification. Namun demikian, mereka tetap akan memberi kabar dalam dua minggu ke depan, apapun hasilnya

ETIKA PROSES REKRUTMEN
Terlepas dari apapun hasil yang diterima oleh kedua kandidat, baik Si Fulan maupun Fulana, tetap terlihat bagaimana kualitas masing-masing perusahaan konsultan dalam melakukan proses rekrutmen. Keberadaan holding perusahaan yang sudah go public tidak menjadi jaminan bahwa perusahaan tersebut memilki etika yang baik dalam melakukan proses rekrutmen.

Proses rekrutmen sangat rentan dengan hal-hal yang tidak obyektif dan jauh dari azas keadilan. Hal ini dapat terjadi karena para perusahaan ini merasa posisi tawarnya lebih tinggi daripada para kandidat pelamarnya. Pendek kata, pelamar jauh lebih butuh ketimbang perusahaan yang jauh lebih leluasa dalam menentukan kandidat hingga batas waktu yang tidak ditentukan dengan 'harga' (gaji) yang semurah mungkin.

Selain itu, kecurangan atau pelanggaran etika yang dilakukan oleh para perusahaan ini kecil kemungkinan untuk diadukan oleh para kandidatnya. Pasalnya, proses rekrutmen terlebih yang melalui tahap wawancara sangat bersifat personal sehingga kecurangan yang dialami kandidat yang satu kecil kemungkinanannya akan diketahui oleh kandidat yang lain. Akibatnya, pelanggaran etika yang telah dilakukan sebuah perusahaan yang bisa jadi menimpa banyak orang (kandidat) menjadi sebuah pelanggaran yang tidak pernah mengemuka.

BUAH SIMALAKAMA
Bagi para kandidat, memenuhi permintaan perusahaan untuk mempresentasikan kemampuannya secara maksimal ibarat buah simalakama. Bila tidak memenuhi permintaan tersebut, kandidat khawatir dianggap tidak memiliki kompetensi yang layak. Sebaliknya, bila memenuhi permintaan tersebut kandidat tidak ingin ditelikung atau diperlakukan tidak adil oleh pihak perusahaan dengan cara sepihak.

Permintaan presentasi oleh pihak perusahaan tak jarang menyangkut kekayaan intelektual yang bersifat sangat personal atau individual. Namun, bila kandidat sudah mengerahkan segala kemampuannya dan dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi, tentu hal tersebut menjadi sesuatu yang tidak beretika.

Bila permintaan presentasi hanya sebatas pada hal yang bersifat umum tentu tak jadi soal. Namun bila permintaan presentasi sudah menyangkut problem solving dan analisa yang sudah lebih spesifik tentu hal ini menjadi sangat tidak etis.

Pada hakekatnya, manusia itu adalah makhluk sosial. Sementara proses rekrutmen dengan metode wawancara sangat penuh dengan subyektivitas. Peluang besar sangat terbuka untuk dibangun, sebaliknya jebakan dan kegagalan sangat potensial terjadi dalam tahap ini. Hal yang tak kalah penting, bukan hanya pihak perekrut (perusahaan) saja yang dapat membaca suasana, kandidat pun dapat menilai seberapa besar keberadaannya diharapkan oleh perusahaan. Manakala perusahaan membuat keputusan yang tidak adil setelah melakukan cara-cara yang tidak etis pun, hal itu dapat terbaca dan terlihat dengan jelas oleh para kandidat.

Tidak ada komentar: