Rabu, 14 April 2010

SBY : KOMUNIKASI ITU PENTING

Kerusuhan Koja - Tanjung Priok, Rabu, 14 April 2010. Menurut pemberitaan media televisi swasta konon merupakan kerusuhan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia setelah kerusuhan Mei 1998.

Berdasarkan berbagai informasi dalam pemberitaan media massa sepanjang hari kemarin, tampaknya kerusuhan ini terjadi karena kesalahpahaman atau kesimpangsiuran informasi seputar pentertiban wilayah makam Mbah Priok di Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Informasi versi pemerintah sebagaimana disampaikan oleh Wagub DKI Priejanto selepas maghrib semalam dalam wawancara televisi menegaskan bahwa sesungguhnya wilayah yang akan ditertibkan adalah area di sekitar makam, dan bukan makam Mbah Priok. Sebaliknya, pemerintah justru berniat merenovasi area makam Mbah Priok agar lebih baik dan terawat.

Untuk memuluskan rencana tersebut, konon kabarnya pemerintah sudah meggolontorkan dana sedikitnya Rp. 2,5 miliar sebagai penggantian pentertiban wilayah tersebut. Itu versi pemerintah.

Sementara versi masyarakat, terekam dalam pemberitaan gambar televisi bahwa masyarakat Koja keberatan dan menolak keras rencana pemerintah atas penggusuran area makam Mbah Priok.

Versi Polda Metro lain lagi menyangkut korban kerusuhan. Dalam pemberitaan wawancara yang dilakukan bersama sejumlah narasumber yang lain berkali-kali ditegaskan bahwa tidak ada korban jiwa. Sekali lagi tidak ada korban jiwa. Padahal, sejak siang telah dilaporkan oleh banyak media massa bahwa setidaknya terdapat 2 (dua) korban jiwa akibat kerusahan tersebut.

Versi SBY. Secara tegas SBY memberikan penilaian dalam sudut komunikasi. Salah satu kalimat yang penting dalam pidatonya antara lain adalah bahwa "Komunikasi itu sangat penting. Komunikasi sosial itu sangat penting ... Bila ada korban jiwa sampaikan dengan jujur ada korban jiwa. Sebaliknya bila terdapat korban luka, jangan disampaikan sebagai korban jiwa."

SBY juga menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap peran serta tokoh masyarakat khususnya para alim ulama yang telah menghimbau para umatnya untuk dapat mengendalikan diri dan menyikapi situasi ini dengan lebih arif. Demikian yang SBY sampaikan dalam gelar konferensi pers yang disiarkan sekitar pukul 21.00 wib.

Versi LSM, tegas menyatakan bahwa telah terjadi kegagalan sosialisasi dalam kasus pentertiban wilayah Koja ini. Secara ilmiah hal ini mungkin saja. Akibatnya, masyarakat Koja menerima informasi yang keliru. Buntutnya, masyarakat Koja pun bereaksi atas informasi yang keliru tersebut yang ternyata menimbulkan mobilisasi massa yang sangat anarkis.

Versi Ulama. Para ulama dari berbagai kalangan menyampaikan gambaran bahwa Islam, tidak pernah mengajarkan kekerasan yang demikian. Bahwa keberpihakan umat terhadap makam tidak sesuai dengan akidah Islam. Di sisi yang lain, para ulama tetap memberikan himbauan seacra sungguh-sungguh kepada masyarakat Koja agar menghentikan kekerasan dan anarkis di wilayah makam Mbah Priok, Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Apa yang disampaikan oleh para ulama, akhirnya menciptakan kesan seolah-olah masalah ini menjadi masalah yang bernuansa sara, dalam hal ini menyangkut disharmonisasi atau penyimpangan yang terjadi dalam ajaran agama Islam. Tentu ini suatu kesan yang sangat negatif.

Jadi, berdasarkan berbagai fakta di lapangan menunjukkan terdapat ketidaksesuaian informasi yang diketahui dan diterima oleh banyak pihak yang sesungguhnya saling berkaitan. Tentu, dalam kasus ini komunikasi sangat penting. Karena jelas, ketidaksesuaian informasi di antara berbagai pihak yang terkait ternyata telah mengakibatkan sebuah malapetaka yang sangat serius.

Dalam sebuah proses komunikasi terdapat perbedaan tingkatan yang membutuhkan intensitas komunikasi yang berbeda meliputi koginisi, afeksi ataukah behavioral. Jadi tujuan berkomunikasi apakah hanya untuk memberitahukan (menginformasikan, pengenalan), membangun sikap tertentu (mendukung atau menolak, positif atau negatif) hingga menggerakkan komunikan untuk melakukan sesuatu.

Dalam proses manajemen hubungan masyarakat, komunikasi dilakukan secara bertahap meliputi :
  1. Analisis situasi, dalam tahap ini dilakukan pengidentifikasian masalah, problem atau kasus. Caranya dengan melakukan obeservasi dan riset atau audit komunikasi secara benar;
  2. Strategi, perumusan rencana & program. Caranya dengan mendefinisikan visi & misi program, menetapkan parameter & indikator, menentukan isi pesan, memilih para eksekutor, dll.;

  3. Implementasi, tindakan dan komunikasi. Caranya dengan menentukan sikap reaksi yang efektif, koordinasi dan komponen metode interaksi;

  4. Penilaian, evaluasi dan program. Meliputi persiapan, implementasi dan dampak. Bahwa evaluasi pada persiapan meliputi aspekketersediaan informasi, ketepan & kualitas isi pesan. Evaluasi Implementasi meliputi intensitas/frekuensi, penempatan, sasaran dan perhatian/daya tarik isi pesan. Evaluasi Dampak meliputi pemahaman hingga terbentuknya kultur yang baru.

Jadi, sebuah proses komunikasi tidak dapat dilakukan sekonyong-konyong. Apakah itu proses transformasi organsiasi ataukah sosialisasi kebijakan hingga kampanyen pemilu. Semuanya membutuhkan tahapan-tahapan yang harus dipersiapkan dan dilakukan secara cermat.

Dan hal terpenting adalah bahwa sebuah proses komunikasi membutuhkan bekal pemahaman identifikasi masalah secara menyeluruh dan obyektif. Untuk itu perlu mengandalkan obeservasi dan riset lapangan dengan metode yang tepat dan tidak sembarangan. Berkomunikasi tanpa bekal data yang relevan dan obyektif menghasilkan kegiatan yang tidak memiliki landasan yang kokoh karena hanya mengandalkan asumsi-asimsi belaka. Proses komunikasi berawal dan berakhir dengan riset yang menjadi landasan pengambilan keputusan atau strategi selanjutnya.

Strategi. Bisa jadi Kasus Koja tidak dipersiapkan secara matang dan hanya dianggap sama dengan kasus pentertiban area biasa di berbagai wilayah lain di Jakarta. Bisa jadi komunikator tidak menganggap penting kharakter komunikan sebagai suatu hal yang harus diperhitungkan. Padahal, dalam sebuah proses komunikasi, komunikator harus berorientasi kepada komunikannya. Apa latar belakang budayanya, pendidikannya, pekerjaannya, dll. Ini bukan soal sara, tapi bagaimana melakukan komunikasi yang sejajar, penuh empati agar efektif sesuai target yang diharapkan.

Berikutnya, implementasi. Ekskalasi proses komunikasi dalam sebuah masalah yang melibatkan massa berlangsung sangat cepat. Mengapa, karena dalam interaksi massa akan terbentuk jiwa massa yang sangat reaktif. Jadi dalam situasi ini dibutuhkan respon yang cepat dan tepat dari pihak-pihak terkait. Dan hal ini sulit dilakukan bila hanya dilakukan oleh petugas lapangan. Artinya, komunikasi terhadap massa sangat membutuhkan key person yang memiliki kredibilitas dan diakui oleh massa yang bersangkutan. Selanjutnya manakala ekskalasi yang terjadi direspon dengan sangat lamban, tentu proses komunikasi menjadi sangat tidak efektif dan berpeluang terjadi banyak akibat buruk yang tidak diinginkan.

Dampak, hasil akhir. Keberhasilan proses komunikasi terlihat dari dampak yang dihasilkan. Apakah komunikan memahami isi pesan yang disampaikan, apakah mempunyai sikap yang diharapkan, apakah melakukan apa yang diisyaratkan, apakah terbangun budaya sebagaimana yang diinginkan.

Kasus Koja secara ilmiah menjadi pelajaran penting dalam dunia komunikasi, khususnya pentingnya proses komunikasi yang terkelola dengan baik. Ironisnya, hal yang demikian ini selalu saja terulang. Maka tak heran betapa banyaknya cendekiawan dan profesional komunikasi sejati yang menjadi 'pengangguran' lantaran keberadaanya belum juga dirasakan perlu oleh banyak pihak sebagai salah satu profesi yang sangat menentukan.

Tidak ada komentar: