Rabu, 01 September 2010

PELECEHAN PROFESI HUMAS

Senang rasanya mengamati perkembangan diskusi dalam mailist Perhumas belakangan ini. Para praktisi, profesional dan calon sarjana komunikasi hari-hari ini tengah ramai mendiskusikan 'pelecehan' profesi Humas (PR) dan perlunya latar belakang akademis bagi profesi menantang ini. Setidaknya, akhirnya komunitas ini pun menyadari berbagai persoalan nyata yang menghadang mereka. It would be better late than nothing.

Pada akhirnya, para ilmuwan, praktisi dan profesional Humas yang berbasis ilmu komunikasi kehumasan harus berbesar hati untuk berbagi lahan akan profesi penting mereka dengan para praktisi lain yang sama sekali tidak memiliki latar belakang akademis tentang ilmu komunikasi kehumasan.

Menyikapi akan hal ini, seharusnya, bagaimanapun, para praktisi dan profesional Humas yang berbasis ilmu komunikasi kehumasan memiliki nilai lebih dibandingkan para pelaku Humas yang sama sekali tidak memiliki bekal ilmuan atau hanya bermodalkan kursus singkat. Humas adalah sebuah profesi serius. Humas adalah pekerjaan manajerial. Humas adalah pekerjaan terencana, terkonsep dan terevaluasi. Jadi humas bukan pekerjaan pelengkap.

Dalam mailist Perhumas diketahui bahwa seorang mahasiswa ilmu humas mendapatkan pertanyaan tidak menyenangkan yang mengesankan bahwa ilmu humas adalah ilmu yang tidak penting untuk dipelajari. Kasus ini adalah kasus yang terjadi masih dalam dunia teori. Sementara pelecehan profesi humas dalam dunia empiris lebih banyak lagi.

Contoh sederhana saja, berapa lama anda menyusun konsep surat dinas internal untuk atasan anda ? Di banyak instansi bisa jadi masih ada seorang direktur muda yang masih mengerjakan sendiri surat dinas internal. Maksudnya tentu baik, tapi sekali tidak kompeten ya tetap tidak kompeten. Alhasil surat yang dibuat pun mengalir dengan tidak efisien dalam penggunaan kata, tidak teratur dalam struktur dan penuh dengan anak kalimat. Hasilnya, sebuah paragraf terdiri dari satu kalimat yang terdiri dari 2, 3, bahkan 4 anak kalimat yang memusingkan tanpa jeda !

Begitulah, yang demikian itu sangat jamak dalam dunia kerja. Para bos itu mengira, menulis itu pekerjaan sepele dan remeh temeh, padahal mereka tidak bisa. Namun karena mereka tidak tahu, bahwa seorang ilmuwan humas pun bisa sekolah hingga jadi profesor tanpa harus berkepala botak dan pikun, maka mereka pun melecehkan kompetensi SDM berbekal ilmu komunikasi-kehumasan. Tak heran, untuk membuat sebuah surat dinas internal pun akhirnya membutuhkan waktu seharian dan menghambur-hamburkan kertas hasil print-out yang dianggap tidak sesuai dengan 'keinginan' si bos !

Untuk yang kesekian kalinya, adalah para ilmuan maupun praktisi dan profesional humas yang berbasis ilmu komunikasi harus memperjuangkan nasibnya sendiri. Mereka harus eksis dan menjadi tuan rumah di profesinya sendiri ! Namun, mereka tetap harus cerdas dalam berupaya. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara konservatif dengan meyakinkan top level management tentang pentingnya peran humas secara sporadis di masing-masing institusi di mana mereka bekerja.

Kemajuan keberadaan profesi humas Indonesia membutuhkan DUKUNGAN REGULASI  dan INTERVENSI PEMERINTAH secara signifikan. Hal ini bertujuan untuk mempercepat dan akselerasi reposisi Humas Indonesia di dunia kerja. Tanpa itu semua, social dan economic cost yang terbuang sangatlah besar dan tidak sebanding dengan kerugian yang ditanggung, dibandingkan dengan bila lingkungan kondusif diciptakan.

Kita tunggu saja, walaupun agak lamban, tapi toh akhirnya satu demi satu persoalan itu toh mereka sadari juga. Mungkin pada saatnya mereka juga akan menyadari bahwa ternyata mereka tidak bisa berjuang sendiri untuk memajukan komunitasnya. Bagaimanapun sebagai salah satu elemen bangsa dan negara, ilmuwan, praktisi dan profesional Humas memiiliki bos besar, yaitu pemerintah yang punya tanggung jawab untuk memajukan bangsanya. Maka sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk andil dalam hal ini. Tinnggal, pintar-pintar saja para pelaku Humas ini untuk memanfaatkan previledges yang dimilikinya. Sekali lagi, jangan putus semangat, selamat berjuang Humas Indonesia !